pakar-ungkap-kode-etik-laut-china-selatan-belum-ditetapkan

Pakar Ungkap Kode Etik Laut China Selatan Belum Ditetapkan

Guru Besar Hukum Laut Internasional dari Universitas Indonesia, Arie Afriansyah, mengungkapkan kekhawatiran terkait ketidakpastian pengaturan keamanan di kawasan Laut China Selatan. Ia menyatakan bahwa hingga saat ini, kode etik kawasan tersebut masih belum mencapai kesepakatan resmi di antara negara-negara terkait.

Dalam wawancara eksklusif, Arie menekankan pentingnya pengaturan yang jelas untuk mencegah konflik di wilayah yang merupakan jalur strategis dan kaya sumber daya alam ini. Menurutnya, ketidakpastian hukum memperbesar risiko salah pengertian dan eskalasi ketegangan diantara wilayah negara-negara yang berbatasan langsung.

Arie menambahkan bahwa upaya internasional untuk menyusun kode etik Laut China Selatan telah berlangsung selama bertahun-tahun namun menemui hambatan karena adanya perbedaan kepentingan dan klaim wilayah yang tumpang tindih. Ia menyarankan agar seluruh pihak fokus pada diplomasi dan kerangka kerja hukum yang dapat memperkuat stabilitas regional.

Pengamat keamanan regional menilai bahwa kurangnya standar internasional yang disepakati dapat mempersulit penegakan hukum laut dan meningkatkan risiko konflik sengketa wilayah. Sementara itu, beberapa negara besar di kawasan terus melakukan patroli dan aktivitas militer sebagai bentuk klaim wilayah.

“Pengaturan internasional yang komprehensif sangat dibutuhkan agar kawasan Laut China Selatan mampu berfungsi sebagai jalur perdagangan yang aman dan damai,” kata Arie. Ia berharap anggota ASEAN dan negara-negara besar dapat segera menyepakati kerangka kode etik yang mengikat demi menjaga stabilitas kawasan.

Secara global, ketidakpastian hukum di Laut China Selatan menjadi perhatian utama komunitas internasional yang mendukung solusi damai melalui diplomasi dan hukum internasional. Penguatan kerangka hukum ini diyakini mampu mengurangi kemungkinan konflik dan menjaga kelestarian sumber daya alam di kawasan tersebut.