
Ahli Hukum Nilai PP Justice Collaborator Kurang Tepat
Seorang ahli hukum dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengkritisi keberadaan aturan tentang Justice Collaborator yang termuat dalam Peraturan Pemerintah. Dia berpendapat, penempatan regulasi tersebut dalam PP dianggap kurang tepat karena seharusnya aspek tersebut diatur secara lebih rinci dalam undang-undang primer.
Menurut Abdul Fickar Hadjar, pengaturan Justice Collaborator penting untuk memastikan keberlanjutan sistem peradilan dan hak-hak pihak terkait, termasuk tersangka dan korban. Ia menambahkan bahwa penempatan dalam PP bisa menimbulkan ambigu dan berpotensi menyulitkan implementasi di lapangan, mengingat peraturan pelaksana biasanya memiliki kedalaman dan kekuatan hukum di bawah undang-undang utama.
Dalam wawancara terpisah, Abdul Fickar menyatakan, “Prinsip dasar dari Justice Collaborator harus diatur secara komprehensif dalam undang-undang, bukan hanya dalam Peraturan Pemerintah. Ini demi memastikan transparansi dan keberlanjutan kebijakan tersebut.”
Pengamat hukum di Indonesia mengingatkan bahwa keberhasilan penerapan Justice Collaborator sangat bergantung pada regulasi yang jelas dan tegas. Dukungan dari para akademisi dan praktisi hukum pun diharapkan mampu mendorong revisi atau penyesuaian regulasi agar sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku.
Regulasi tentang Justice Collaborator ini menjadi bagian dari langkah pemerintah dalam memperkuat pemberantasan korupsi dan kejahatan terorganisasi. Meski demikian, pengaturan yang terlalu terbuka dalam bentuk PP dinilai berpotensi menimbulkan celah hukum jika tidak diimbangi dengan pengaturan yang komprehensif dalam undang-undang utama.
Pengamat hukum pun menekankan pentingnya kajian mendalam sebelum mengimplementasikan kebijakan ini secara menyeluruh, serta perlunya koordinasi lintas lembaga untuk memastikan setiap aspek peraturan berjalan efektif dan adil bagi semua pihak.