
KPK Terbuka Terhadap Justice Collaborator dalam Penanganan Korupsi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan sikap terbuka terhadap penerapan mekanisme justice collaborator dalam penanganan kasus korupsi di Indonesia. Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya memperkuat sistem peradilan pidana yang lebih efektif dan akuntabel.
Justice collaborator sendiri merujuk pada peran saksi yang pernah berbuat tindak pidana tetapi bersedia memberikan keterangan dan informasi penting demi mengungkap kasus lain yang lebih besar dan melibatkan pihak-pihak tertentu. Direktur Eksekutif Anti-Corruption Studies, Budi Santoso, menyatakan, “Penggunaan justice collaborator dapat mempercepat proses pembongkaran jaringan korupsi dan meningkatkan akuntabilitas aparat penegak hukum.”
KPK menegaskan bahwa pengakuan tersebut tidak mengurangi kewenangan peradilan dan tetap menjaga prinsip keadilan serta perlindungan terhadap hak asasi manusia. “Kami pun selalu berkoordinasi dengan lembaga peradilan terkait, dan memastikan mekanisme ini tidak melanggar prosedur hukum yang berlaku,” ujar juru bicara KPK, Ali Fikri.
Selain itu, KPK juga menegaskan bahwa penerapan justice collaborator harus dilakukan secara selektif dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Mekanisme ini diyakini mampu memperkuat strategi pemberantasan korupsi yang selama ini menghadapi berbagai tantangan di lapangan.
Pengamat hukum, Dr. Ranti Mahardika, menambahkan, “Kebijakan ini harus diimbangi dengan pengawasan ketat dan transparansi, agar tidak disalahgunakan atau menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap proses peradilan.”
Ke depan, diharapkan penerapan justice collaborator dapat membantu pengungkapan kasus korupsi berskala besar serta mendorong langkah pencegahan yang lebih efektif, sekaligus memperkuat sistem keadilan di Indonesia.