
Nadiem Makarim Diperiksa Kejagung Terkait Kasus Pengadaan Laptop Chromebook Rp 9,9 Triliun
Kantor Kejaksaan Agung Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan serta Riset dan Teknologi, Nadiem Makarim, terkait kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook yang merugikan negara hingga Rp 9,9 triliun. Pemeriksaan ini merupakan langkah lanjutan dalam penyelidikan kasus yang mengandung unsur penyalahgunaan wewenang dan mark-up harga.
Menurut sumber resmi dari Kejaksaan Agung, proses pemeriksaan dilakukan di kantor Kejaksaan Agung Jakarta dan berlangsung selama beberapa jam. Dalam keterangannya, pejabat kejaksaan menyatakan bahwa pemeriksaan ini bertujuan untuk mengumpulkan keterangan dari Nadiem Makarim terkait prosedur dan proses pengadaan barang yang diduga tidak sesuai prosedur tersebut.
“Kami ingin memastikan semua aspek terkait pengadaan laptop Chromebook ini transparan dan akuntabel. Nadiem Makarim akan dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus ini,” ujar sumber tersebut.
Kasus tersebut mencuat setelah investigasi mendalam terkait pengadaan perangkat teknologi bernilai super besar tersebut yang dinilai tidak wajar dan mengandung potensi kerugian negara yang besar. Beberapa pihak menduga ada praktik korupsi yang melibatkan pihak tertentu di dalam proses tersebut.
Nadiem Makarim belum memberikan tanggapan resmi terkait pemeriksaan ini. Namun, pengacara beliau menginformasikan bahwa kliennya akan kooperatif dan memberikan keterangan yang diperlukan untuk membantu proses hukum berjalan transparan dan adil.
Pengamat pendidikan teknologi menyatakan bahwa kasus ini menjadi perhatian serius karena menyangkut pengadaan perangkat pendidikan yang penting untuk mendukung digitalisasi sekolah. Mereka berharap proses hukum ini berlangsung dengan adil dan dapat mengungkap seluruh aspek yang terlibat.
Pengembangan teknologi di sektor pendidikan menjadi fokus pemerintah, dan kasus ini memperlihatkan kebutuhan akan transparansi dan pengawasan yang ketat dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah agar tidak terulang kembali praktek serupa di masa depan.”