
Pemerintah Usulkan Revisi Kebijakan Remisi Narapidana dan Kebijakan Hukum
Dalam upaya meningkatkan efektivitas sistem peradilan dan pemasyarakatan, pemerintah mengajukan sejumlah revisi kebijakan yang bertujuan memperkuat peran narapidana berdaya guna dan memperjelas regulasi terkait remisi. Rapat Komisi III DPR RI yang melibatkan akademisi dan pengurus lembaga pemasyarakatan menyepakati pentingnya revisi terhadap KUHAP serta mempercepat implementasi kebijakan terkait remisi dan integrasi narapidana dalam program rehabilitasi sosial.
Sejumlah usulan tersebut didasarkan pada hasil kajian mendalam yang dilakukan akademisi dari Program Pascasarjana Universitas Borobudur dan anggota DPR. Mereka menekankan perlunya kebijakan yang tidak saja memfokuskan pada aspek hukuman, tetapi juga pemberdayaan narapidana agar mampu berkontribusi positif terhadap masyarakat setelah masa hukuman selesai. “Kebijakan ini diharapkan mampu memberikan insentif bagi narapidana untuk mengikuti program rehabilitasi, serta mempercepat proses reintegrasi sosial,” ungkap salah satu draf revisi yang dibahas.
Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Agus Andrianto menyampaikan bahwa usulan pemberian remisi tambahan untuk narapidana berdaya guna bertujuan meningkatkan motivasi dan memperkuat aspek humanis dalam sistem pemasyarakatan. “Narapidana yang aktif dan menunjukkan perubahan positif harus mendapatkan apresiasi, termasuk remisi tambahan yang mampu mempercepat masa hukumannya,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta.
Selain itu, Komisi III DPR juga membahas isu terkait kemudahan akses informasi dan transparansi program remisi, agar masyarakat mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai proses dan manfaatnya. Beberapa pihak mengingatkan bahwa peraturan harus diimplementasikan secara efektif tanpa menimbulkan peluang penyalahgunaan.
Di sisi lain, beredar juga sebuah berita hoaks yang menyatakan perintah Prabowo menangkap Jokowi terkait kasus ijazah palsu. Namun, klarifikasi resmi dari pihak terkait membantah berita tersebut, menyatakan bahwa isu itu tidak benar dan hanya sebatas spekulasi. Pemerintah dan aparat penegak hukum menegaskan komitmen untuk menjaga stabilitas politik dan tidak terprovokasi isu tidak benar yang dapat memicu ketegangan.
Menyikapi berbagai pengajuan revisi kebijakan ini, pengamat menilai bahwa keberhasilan implementasi sangat bergantung pada sinergi antara legislatif, eksekutif, dan lembaga terkait. “Revisi regulasi harus disusun secara matang agar mampu menghadirkan manfaat nyata bagi sistem hukum dan masyarakat,” ujar pakar hukum dari Universitas Indonesia.