ini-alasan-peradi-minta-keterangan-ahli-tak-diatur-ruu-kuhap

Peradi Tegaskan Keterangan Ahli Harus Tidak Diatur Dalam RUU KUHAP

Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) menegaskan pentingnya ketentuan mengenai keterangan ahli dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak diatur secara ketat. Menurut Wakil Ketua Peradi, Sapriyanto Refa, jika keterangan ahli diatur secara spesifik dalam RUU KUHAP, maka hakim akan terikat dan terbatas dalam mempertimbangkan alat bukti tersebut. Hal ini menjadi perhatian karena keterangan ahli merupakan salah satu alat bukti penting dalam proses peradilan pidana.

Sapriyanto Refa menjelaskan bahwa keterangan ahli dapat berasal dari dua kepentingan utama, yakni dari pihak tersangka maupun dari pihak korban. Oleh karena itu, pengaturan yang terlalu kaku dapat menghambat proses penegakan keadilan dan mengurangi keadilan bagi semua pihak yang terlibat dalam proses hukum pidana di Indonesia.

Selama ini, banyak hakim yang cenderung hanya mempertimbangkan keterangan ahli dari jaksa penuntut umum (JPU), sementara keterangan dari penasihat hukum sering kali tidak mendapatkan perhatian yang sama. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa keadilan tidak berjalan secara seimbang, karena keterangan dari pihak penasehat hukum yang dapat memberikan sudut pandang berbeda tidak diakui secara optimal oleh pengadilan.

Peradi mengingatkan bahwa apabila keterangan ahli diatur secara ketat dalam revisi KUHAP, hal ini dapat menghambat proses peradilan dan berpotensi mengurangi efektifitas alat bukti dalam sistem peradilan pidana. Oleh karena itu, mereka menuntut agar ketentuan mengenai keterangan ahli tetap bersifat fleksibel dan tidak terikat secara berlebihan dalam RUU KUHAP yang sedang ditargetkan disahkan pada akhir tahun 2025.

Dengan tidak diaturnya secara ketat dalam RUU KUHAP, diharapkan proses pengadilan akan lebih adil dan transparan, serta memberikan ruang bagi semua pihak untuk menyampaikan keterangan ahli sesuai kebutuhan dan konteks perkara. Hal ini juga diharapkan mampu memperkuat perlindungan hak-hak tersangka maupun korban di pengadilan Indonesia.