
Pengaruh Kecilnya Peluang Pemangkasan Suku Bunga Bank Indonesia terhadap Nilai Tukar Rupiah
Nilai tukar rupiah mengalami pelemahan signifikan terhadap dolar AS pada perdagangan hari ini, akibat dari prospek kecilnya Bank Indonesia (BI) untuk melakukan pemangkasan suku bunga acuan (BI-Rate). Pengamat mata uang dan Direktur Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuabi, menjelaskan bahwa ketidakpastian ekonomi global dan faktor geopolitik seperti perang Iran-Israel menjadi faktor utama yang memengaruhi nilai tukar rupiah. Pada penutupan perdagangan di Jakarta, rupiah melemah sebesar 25 poin atau sekitar 0,15 persen, mencapai Rp16.290 per dolar AS, dari sebelumnya Rp16.265 per dolar AS.
Sebelumnya, BI sudah menurunkan suku bunga pada pertemuan terakhir, sehingga peluang untuk melakukan pemangkasan kembali dalam waktu dekat menjadi terbatas. Selain itu, Federal Reserve (The Fed) Amerika Serikat diperkirakan akan menunda rencana penurunan suku bunga, yang semakin mempersempit ruang gerak Bank Indonesia dalam mempertahankan kestabilan nilai tukar rupiah dan mengendalikan inflasi. Ibrahim menambahkan bahwa pasar kini lebih fokus pada stabilitas nilai tukar dan pengendalian inflasi, daripada mendorong pelonggaran moneter secara agresif dalam jangka pendek.
Kondisi global turut mempengaruhi sentiment pasar, terutama ketegangan antara Amerika Serikat dan Iran yang semakin meningkat. Presiden AS Donald Trump bahkan menekan untuk evakuasi ibu kota Iran, Tehran, meskipun AS tidak berniat terlibat langsung dalam konflik tersebut dan lebih memilih mediasi. Perkembangan konflik ini memperburuk sentimen risiko di pasar keuangan dan berpengaruh terhadap pergerakan mata uang negara-negara berkembang termasuk rupiah.
Data terakhir menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah hari ini melemah ke level Rp16.290 per dolar AS, namun Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia justru menguat ke posisi Rp16.281 per dolar AS dari posisi sebelumnya Rp16.296. Fluktuasi ini menunjukkan dinamika pasar yang dipengaruhi oleh sejumlah faktor domestik dan global, dan menegaskan bahwa faktor geopolitik tetap menjadi perhatian utama di pasar mata uang internasional.