
KPK Dalami Kasus Pemerasan Uang Izin Kerja TKA dan Rekening Penampungan di Kementerian Tenaga Kerja
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang menyelidiki secara mendalam terkait praktik pemerasan uang yang dilakukan dalam proses pengurusan izin kerja tenaga kerja asing (TKA) di Indonesia. KPK memfokuskan perhatian pada rekening penampungan dan besaran uang pemerasan yang dikumpulkan dari para agen dan pihak terkait dalam proses pengeluaran Rencana Penempatan Tenaga Kerja Asing (RPTKA).
Kasus ini menjadi perhatian karena melibatkan sejumlah pejabat dan pegawai di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenaker), termasuk para saksi yang telah diperiksa oleh KPK. Selain itu, penelusuran terhadap rekening penampungan uang hasil pemerasan dari tahun 2019 sampai 2024 mengungkapkan total uang sekitar Rp53,7 miliar yang dikumpulkan dari para pemohon izin kerja TKA.
RPTKA merupakan dokumen penting bagi tenaga kerja asing yang ingin bekerja di Indonesia. Tanpa dokumen ini, proses penerbitan izin kerja dan izin tinggal akan terhambat, dan dikenai denda sebesar Rp1 juta per hari. Kondisi ini memicu praktik pemerasan dari oknum tertentu yang mengharuskan para pemohon membayar sejumlah uang agar proses pengurusan izin dapat berjalan lancar.
Kasus ini diduga telah berlangsung lama, sejak periode menjabat Menteri Tenaga Kerja dari masa Cak Imin pada 2009 hingga 2014, kemudian berlanjut pada masa Hanif Dhakiri 2014–2019 dan Ida Fauziyah 2019–2024. KPK mengungkapkan adanya delapan tersangka yang terdiri dari ASN dan pemerintah terkait, termasuk Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.
Proses penyelidikan KPK terhadap kasus pemerasan ini menunjukkan adanya praktik korupsi dan penyalahgunaan wewenang di lingkungan Kementerian Tenaga Kerja yang harus segera ditangani demi memastikan proses pengurusan izin tenaga kerja asing di Indonesia bersih dari praktik ilegal dan korupsi.