babak-anyar-sengketa-4-pulau-sumut-dan-aceh-bukti-baru-mengemuka

Konflik Wilayah Pulau di Sumatera Utara dan Aceh: Bukti Baru dalam Sengketa Pulau Sumut dan Aceh

Proses penyelesaian sengketa wilayah pulau di Indonesia terus berlanjut, terutama terkait empat pulau yang berada di perbatasan antara Aceh dan Sumatera Utara. Sengketa ini menjadi perhatian karena melibatkan pulau-pulau kecil yang memiliki nilai penting strategis dan ekonomi, seperti Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek. Keberadaan keempat pulau ini tetap menjadi pusat perhatian karena posisi geografis dan klaim administratif yang berbeda antara wilayah Aceh dan Sumut.

Sengketa wilayah ini semakin pelik karena adanya bukti baru yang menguatkan klaim Sumatera Utara terhadap empat pulau tersebut. Berdasarkan data dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dukungan terhadap klaim Sumut tercermin dari keluarnya Keputusan Mendagri tertanggal 25 April 2025 yang menyatakan pengakuan terhadap wilayah Sumut atas keempat pulau tersebut. Keputusan ini secara resmi memperkuat posisi Sumut dalam sengketa yang sebelumnya menjadi polemik, karena pulau-pulau ini secara historis disebut-sebut sebagai bagian dari wilayah Aceh.

Dalam proses penyelesaian sengketa pulau ini, berbagai pihak terkait terus melakukan upaya diplomasi dan verifikasi bukti lapangan serta dokumen historis. Keputusan dari Kemendagri ini menjadi langkah penting yang dapat mempercepat proses penyelesaian sengketa, sekaligus memperkuat posisi Sumatera Utara di mata hukum nasional. Masyarakat dan pihak terkait di kedua wilayah pun berharap agar permasalahan ini dapat diselesaikan secara damai dan adil, mengingat pentingnya keberlanjutan sumber daya dan kestabilan keamanan wilayah perbatasan pulau.

Klaim wilayah pulau di Indonesia, khususnya di Sumut dan Aceh, merupakan isu sensitif yang memerlukan penanganan serius melalui mekanisme hukum dan diplomasi. Dengan bukti baru dan keputusan resmi dari pemerintah, diharapkan pengakuan terhadap wilayah masing-masing dapat menjadi dasar untuk menyelesaikan sengketa secara permanen, menghindari konflik berkepanjangan, dan memastikan keberlanjutan pengelolaan sumber daya pulau secara adil dan transparan.