dispensasi-kawin-celah-legalisasi-kekerasan-seksual-anak

Dispensasi Kawin Sebagai Celah Legalitas Kekerasan Seksual Terhadap Anak di Indonesia

Perkawinan anak di bawah umur menjadi masalah sosial dan hukum yang sangat serius di Indonesia. Meskipun pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 yang meningkatkan batas usia minimal perkawinan menjadi 19 tahun, kenyataannya praktik perkawinan anak masih terus berlangsung. Salah satu faktor utama yang memfasilitasi hal ini adalah adanya celah hukum berupa permohonan dispensasi kawin ke pengadilan. Dispensasi kawin sering kali digunakan sebagai jalan pintas untuk mengesahkan perkawinan anak, yang dilatarbelakangi oleh faktor budaya, ekonomi, serta kehamilan di luar nikah.

Dispensasi kawin seharusnya merupakan pengecualian dalam sistem hukum, namun dalam praktiknya sering digunakan secara sembunyi-sembunyi untuk legitimasi perkawinan anak di Indonesia. Padahal, usia minimal menikah yang ditetapkan oleh hukum harus dipahami sebagai standar demi memastikan kedewasaan dan kematangan fisik serta mental pasangan yang akan membangun keluarga. Usia 19 tahun diyakini sebagai usia yang lebih sesuai untuk melakukan pernikahan, agar kedua belah pihak telah siap dari segi psikologis dan fisik.

Perubahan aturan ini merupakan langkah progresif dan konstitusional yang bertujuan melindungi hak dan kesejahteraan anak dari risiko kekerasan dan eksploitasi. Dalam konteks hukuman dan perlindungan anak-anak di Indonesia, penting untuk mengawasi dan mengurangi celah hukum yang bisa dimanfaatkan untuk melemahkan perlindungan tersebut. Selain itu, masyarakat harus aktif berperan dalam menyadarkan pentingnya kedewasaan sebelum menikah dan menghapus praktik perkawinan anak yang dapat berujung pada kekerasan seksual terhadap anak.

Upaya edukasi dan pengawasan hukum perlu terus ditingkatkan agar praktik perkawinan anak dengan dispensasi kawin dapat diminimalisir dan dihilangkan demi terciptanya perlindungan hak anak di Indonesia. Perlindungan terhadap anak dari kekerasan seksual dan eksploitasi harus menjadi prioritas utama dalam agenda hukum dan sosial nasional, guna memastikan masa depan anak-anak Indonesia lebih aman dan berkeadilan.