
APBN Defisit Rp21 Triliun Mei 2025: Kondisi Keuangan Negara dan Dampaknya
Dalam laporan resmi, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengalami defisit sebesar Rp21 triliun pada Mei 2025. Angka ini setara dengan 0,09 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), menunjukkan adanya pergeseran posisi dari surplus yang tercatat pada bulan April 2025. Hal ini menunjukkan dinamika keuangan negara yang harus terus diawasi secara ketat.
Kondisi keuangan nasional ini terjadi setelah APBN mencatat surplus Rp4,3 triliun di bulan April. Perubahan tersebut memperlihatkan bahwa kondisi fiskal Indonesia cenderung fluktuatif dan harus dimonitor secara kontinu. Menurut laporan Menteri Keuangan, posisi defisit ini masih relatif kecil dibandingkan dengan batas maksimum yang ditetapkan dalam Undang-Undang APBN 2025, yaitu sebesar Rp616,2 triliun.
Pendapatan negara tercatat sebesar Rp995,3 triliun atau sekitar 33,1 persen dari target tahunan sebesar Rp3.005,1 triliun. Nilai ini mengalami peningkatan sekitar Rp184,8 triliun dibandingkan April 2025. Pendapatan tersebut berasal dari penerimaan perpajakan yang terealisasi sebesar Rp806,2 triliun, meliputi pajak Rp683,3 triliun dan bea cukai Rp122,9 triliun. Sedangkan, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) tercatat sebesar Rp188,7 triliun.
Di sisi pengeluaran, belanja negara di bulan Mei 2025 terakselerasi menjadi Rp1.016,3 triliun atau 28,1 persen dari target tahunan yang sebesar Rp3.621,3 triliun. Meski angka ini masih di bawah target, tren peningkatan tersebut penting sebagai indikator bahwa penyaluran dana pemerintah terus terjadi, terutama jika dibandingkan dengan realisasi April 2025 yang sebesar Rp806,2 triliun.
Belanja pemerintah pusat (BPP) mencapai Rp694,2 triliun, yang dialokasikan untuk kementerian/lembaga dan belanja non-kementerian sebesar Rp325,7 triliun dan Rp368,5 triliun. Sementara itu, dana transfer ke daerah (TKD) sudah terealisasi sebesar Rp322 triliun atau sekitar 35 persen dari target tahunan. Kondisi ini menunjukkan adanya peningkatan dalam realisasi belanja dan dukungan terhadap pembangunan daerah.
Keuangan Indonesia juga menunjukkan surplus keseimbangan primer sebesar Rp192,1 triliun, yang lebih tinggi daripada bulan April. Surplus ini mencerminkan bahwa kas negara cukup sehat untuk mengelola pendapatan, pengeluaran, dan utang nasional. Terkait utang, hingga Mei 2025, pemerintah sudah merealisasikan pembiayaan anggaran sebesar Rp324,8 triliun, setara dengan 52,7 persen dari target Rp616,2 triliun.
Menurut Sri Mulyani, kinerja APBN sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi global dan faktor geopolitik, termasuk perang yang dapat menyebabkan volatilitas harga komoditas. Kendati demikian, pemerintah memastikan APBN tetap dijaga agar mampu menjalankan fungsi countercyclical, yakni memitigasi dampak fluktuasi ekonomi agar tidak berdampak signifikan terhadap masyarakat.
Dengan demikian, kondisi APBN yang masih dalam posisi defisit dan mengalami dinamika ini menjadi tanda penting bahwa pengelolaan fiskal harus terus diperkuat untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional dan mendukung pemulihan ekonomi pasca pandemi.